Mayoritas masyrakat Kabupaten Sarolangun merupakan petani
karet,pekerjaan menyadap karet merupakan pekerjaan turun temurun yang
dilakoni petani karet di Kabupaten Sarolangun sejak zaman sebelum
penjajahan sampai dengan sekarang.Kondisi cuaca merupakan paktor penentu
hasil produksi sadapan karet,disaat musim hujan petani tak bisa berbuat
banyak untuk menyadap karna batang karet melembut dan jika itu
dipaksakan akan berdampak tidak baik pada karet itu sendiri. Sematara di
musim panas kulit karet mengeras yang berakibat pada menurunnya cucuran
getah karet.Ditambah dengan harga karet yang tak menentu menjadi
pelengkap penderitaan petani karet.berikut ceritanya.
Oleh: Yansah As’ari Sarolangun
Seorang petani karet merupakan sosok yang tangguh bagi keluarganya.
Pergi pagi pulang senja banting tulang peras tenaga guna memenuhi
kebutuhan kelurganya.belum lagi dikebut karet mereka dipaksa untuk
bekawan dengan nyamuk dan pacat yang semua itu merupakan ancaman untuk
kesehatan mereka. Tapi semu itu tak dihiraukann karena dibenak petani
karet ada sebuah tanggung untuk menapkahi keluarganya, menyekolahkan
anak-anaknya agar kelak anaknya tak seperti mereka. Tidak hanya mereka
yang sudah memiliki keluarga Profesi ini juga bnyak dilakoni oleh mereka
yang berstatus mahasiswa bahkan banyak diantara petani karet adalah
seorng wanita.mereka berkata semua itu bukan pilihan.
Awi Seoraang Petani Karet mengatakan, bahwa bukanlah pilihannya untuk
menjadi petani karet, tapi semua itu harus dijalaninya untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya sehari-hari serta mmenyekolahkan anaknya.”
Menyadaap karet bukanlah keinginan saya, tapi saya harus menjalaninya
untuk memenuhi kebutuhan sahari-sehari dan menyekolahkan 2 orang anak
saya. Mau apa lagi saya harus menjalani dengan semangat,tp harga karet
sekaraang rendah jangankan untuk kebutuhan lain buat makan saja susah.”
Kata awi.
Hal senada juga disampkan oleh seorng Ibu rumah tangga Masriah, bahwa
dirinya harus menjadi petni karet menghidupi keluarga dan menyekolahkan
anak-anaknya. Hal itu dilkukankanya sejak ditinggal pergi oleh suaminya
tercinta.” Saya harus menyadap karet untuk memenuhi kebutuan dan
sekolah anak saya. Karna bapak dari anaak-anak sudah tiada, mau tidak
mau saya yang harus bekerja. Yang penting anak-anak bisa bersekolah
seperti teman-temannya yang lain.” Papar Masriah.
Saat Masriah ditanya harian ini tentang harpannya, masriah menjawab
bahwa dia berharap anak-anaknya kelak tidak menyadap karet seperti
dirinya.” Harapan saya adalah anan-anak, makanya anak-anak harus
sekolah. Biar bisa jadi PNS berbaju bersih setiap hari. tidak seperti
saya.” Harapnya.
Hal yang sama juga dialami oleh Muhammad yusar, salah seorang
Mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi yang ada di Kabupaten
Sarolangun.Yusar harus menyadap karet untuk keperluan membayar uang
semesternya.” Orang tua saya tidak mampu, sementara saya ingin kuliah,
tidak ada jalan lain saya harus masuk kebun untuk mencari uang semester.
Mengahrap Beasiswa sangat susah mendapatkannya,karna besiswa itu untuk
keluarga pejabat, timses dan kroni-kroninya.Bahkan ada dua orang anak
sekaligus dari salah satu oknum pejabat tinggi Sarolangun yang
mendapatkan bantuan biaya kuliah di kedokteran.”papar Yusar kecewa.
Saat yusar ditanya harian ini, apakah ada cita-cita untuk menjadi
pegawai negri? Sembari tersenyum Yusar menjawab.” Aku tak punya 120
juta”. Punkas yusar.
Beragkat dari penomena tersebut sudah sepatutnya para pemangku
kekuasan untuk membuka mata. Melihat dari jarak yang terdekat dan
meraskan bahwa masyarakat kita masih jauh dari sejahtera. Tidak hanya
itu, yang terpenting adalah bagai mana mencari solusi-solusi terbaik
agar kesejahteraan benar-benar dirasakan masyarakat bukan kesejahteran
segelintir orang saja.mari kita sama-sam berdo’a untuk Sarolangun yang
lebih sejahtera. SEMOGA.(***)