Kamis, 18 Juli 2013

Jeritan Petani Karet


Mayoritas masyrakat Kabupaten Sarolangun merupakan petani karet,pekerjaan menyadap karet merupakan pekerjaan turun temurun yang dilakoni petani karet di Kabupaten Sarolangun sejak zaman sebelum penjajahan sampai dengan sekarang.Kondisi cuaca merupakan paktor penentu hasil produksi sadapan karet,disaat musim hujan petani tak bisa berbuat banyak untuk menyadap karna batang karet melembut dan jika itu dipaksakan akan berdampak tidak baik pada karet itu sendiri. Sematara di musim panas kulit karet mengeras yang berakibat pada menurunnya cucuran getah karet.Ditambah dengan harga karet yang tak menentu  menjadi pelengkap penderitaan petani karet.berikut ceritanya.

Oleh: Yansah As’ari Sarolangun

Seorang petani karet merupakan sosok yang tangguh bagi keluarganya. Pergi pagi pulang senja banting tulang peras tenaga guna  memenuhi kebutuhan kelurganya.belum lagi dikebut karet mereka dipaksa untuk bekawan dengan nyamuk dan pacat yang semua itu merupakan ancaman untuk kesehatan mereka. Tapi semu itu tak dihiraukann karena dibenak petani karet ada  sebuah tanggung untuk menapkahi keluarganya, menyekolahkan anak-anaknya agar kelak anaknya tak seperti mereka. Tidak hanya mereka yang sudah memiliki keluarga Profesi ini juga bnyak dilakoni oleh mereka yang berstatus mahasiswa bahkan banyak diantara petani karet adalah seorng wanita.mereka berkata semua itu bukan pilihan.

Awi Seoraang Petani Karet mengatakan, bahwa bukanlah pilihannya untuk menjadi petani karet, tapi semua itu harus dijalaninya untuk  memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari serta mmenyekolahkan anaknya.” Menyadaap karet bukanlah keinginan saya, tapi saya harus  menjalaninya untuk memenuhi kebutuhan sahari-sehari dan menyekolahkan 2 orang anak saya.  Mau apa lagi saya harus menjalani dengan semangat,tp harga karet sekaraang rendah jangankan untuk kebutuhan lain buat makan saja susah.” Kata awi.

Hal senada juga disampkan oleh seorng Ibu rumah tangga Masriah, bahwa dirinya harus menjadi petni karet menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Hal itu dilkukankanya sejak ditinggal pergi oleh suaminya tercinta.” Saya harus menyadap karet untuk memenuhi kebutuan dan sekolah anak saya. Karna bapak dari anaak-anak sudah tiada, mau tidak mau saya yang harus bekerja. Yang penting anak-anak bisa bersekolah seperti teman-temannya yang lain.” Papar Masriah.

Saat Masriah ditanya harian ini tentang harpannya, masriah menjawab bahwa dia berharap anak-anaknya kelak tidak menyadap karet seperti dirinya.” Harapan saya adalah anan-anak, makanya anak-anak harus sekolah. Biar bisa jadi PNS berbaju bersih setiap hari. tidak seperti saya.” Harapnya.

Hal yang sama juga dialami oleh Muhammad yusar, salah seorang Mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi yang ada di Kabupaten Sarolangun.Yusar harus menyadap karet untuk keperluan membayar uang semesternya.” Orang tua saya tidak mampu, sementara saya ingin kuliah, tidak ada jalan lain saya harus masuk kebun untuk mencari uang semester. Mengahrap Beasiswa sangat susah mendapatkannya,karna besiswa itu untuk keluarga pejabat, timses dan kroni-kroninya.Bahkan ada dua orang anak sekaligus dari salah satu oknum pejabat tinggi Sarolangun  yang mendapatkan bantuan biaya kuliah di kedokteran.”papar Yusar kecewa.

Saat yusar ditanya harian ini, apakah ada cita-cita untuk menjadi pegawai negri? Sembari tersenyum Yusar menjawab.” Aku tak punya 120 juta”. Punkas yusar.

Beragkat dari penomena tersebut sudah sepatutnya para pemangku kekuasan untuk membuka mata. Melihat dari jarak yang terdekat dan meraskan bahwa masyarakat kita masih jauh dari sejahtera. Tidak hanya itu, yang terpenting adalah bagai mana mencari solusi-solusi terbaik agar kesejahteraan benar-benar dirasakan masyarakat bukan kesejahteran segelintir orang saja.mari kita sama-sam berdo’a untuk Sarolangun yang lebih sejahtera. SEMOGA.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar